Kesaksian
wakil menteri pendidikan indonesia dalam acara tv sentilan sentilun
membuat saya semakin geram saja. Ia betul-betul menutup mata dari
persoalan sontek-menyontek di dunia ujian nasional. Ia bahkan menyangkal
dengan kata-kata yang sangat tidak berdasar "itu tidak mungkin terjadi"
menyusul pemaparan Asri Welas yang telah menjelaskan secara terang
teknis 'kelicikan' itu. Dari mulai satu sekolah yang semua muridnya
ribut membicarakan udunan uang yang akan digunakan untuk membeli soal,
atau kunci jawaban, atau entah itu apa yang pasti berkaitan dengan ujian
nasional yang akan dihadapi mereka. Kemudian polemik mengenai siswa
yang tidak pintar di sekolahnya bisa meraih nilai UN tertinggi. Itu
sering sekali terjadi. Bahkan siswa yang pintarpun kalah. Bagaimana itu
bisa terjadi? Tanya semua orang yang menyaksikan acara itu di benak dan
kemudian terutarakan oleh Asri Welas. Jawaban sang wakil menteri sungguh
mengecewakan seperti tidak ada keinginan untuk memperbaiki "masalah
besar" tersebut. Mendengarnya, hati saya langsung terbanting pecah
berkeping-keping.
Ada lagi satu hal yang membuat heran
perihal pernyataan wakil menteri yang bersaksi bahwa beliau tidak pernah
melihat soal-soal ujian nasional. Mungkin pernyataan itu untuk
meyakinkan masyarakat bahwa kebocoran itu tidak mungkin ada
lha wong wakil
menteri pendidikan sajà tidak pernah melirik soàl itu. Tapi bukan itu
yang digariabawahi melainkan komitmen dari para peneliti soal termàsuk
jika sang wakil menteri melihatnya untuk tidak membocorkannya kepada
siapapuñ. Bapak wakil menteri pendidikan yang memantau persiapan ujian
nasional bagaimana mungkin tidak pernah melihat ataupun memeriksa
soal-soal ujian nasional secara detil? Pantas saja selepas pelaksanaan
ujian nasional kemarin banyak polemik yang mengkritisi soal ujian
nasional yang bermasalah seperti soal yang mengandung unsur politik.
Karena masalah itu, pemeriksaan pun dilakukan dan jelas ujung-ujungnyà
kementerian pendidikan sendiri juga bukan yang repot? Soal ujian
berlevel NASIONAL bisa berpenyakit kronis seperti ini? Sungguh ironis.
Mbok ya dilirik soalnya sebentar saja apa salahnya
tho?
Terlepas
dari acara tersebut yang cukup menghibur karena memang berkategorikan
acara komedi, saya hanya menanggapi pembicaraan para pengisinya yang
menyinggung-nyinggung soal ujian nasional atau dunia pendidikan saja.
Ada
lagi alasan yang dibeberkan wakil menteri pendidikan dalam meyakinkan
masyarakat bahwa soal ujian nasional tidak mungkin bocor adalah setiap
siswa yang mendapatkan soal berbeda di setiap pelajarannya. Begitu
katanya. Itu memang fakta. Tapi apa Bapak bangga dengan itu? Ingin
menunjukan bahwa tim dari kementerian pendidikan telah mampu membuat
soal dengan bermacam variasi dan perbedaan tingkat kesulitan? Itu jelas
jauh melenceng dari kompetensi sekolah, Pak. Coba pikirkan apakah mampu
guru di sekolah membuat 20 jenis soal berbeda dengan tingkat kesulitan
sama? Itu akan menjadi untung-untungan ketika siswa yang mendapat soal
mudah bisa lulus sementara yang sulit tidak. Ujian nasional itu adalah
penyetaraan proses kelulusan dari jenjang sekolah tertentu se-Indonesia.
Bagaimana bisa secara nasional sementara soal ujiannya sendiri tidak
setara bahkan dalam satu ruangan ujianpun.
Para pengisi di
acara tersebut di antaranya ada Butet Kertaradjasa, Slamet Raharjo dan
Asri Welas, dengan bintang tamu spesial salah satu maskot ujian nasional
yang amburadul ini, Bapak Wakil Menteri Pendidikan Indonesia. Bagaimana
tidak menarik acara ini? Obrolan serius yang dikemas secara unik dan
bisa mengocok perut. Seperti saat Butet yang berperan sebagai pembantu
rumah tangga menanyakan perihal orang-orang yang diterima di perguruan
tinggi '
kok hanya orang-orang pintar saja. Lantas kapan orang bodoh menjadi pintar? Apa orang bodohnya diternakkan saja? Kelakarnya.
"Itu
ada penanganannya. Sekarang ini orang-orang yang tidak diterima di
perguruan tinggi bisa masuk sekolah keterampilan seperti politeknik,
akademi, atau sekolah menengah kejuruan." Begitu jawab wakil menteri.
Di
awal pembicaraan, sang wakil menteri memaparkan secara teknis
pengamanan yang menurutnya sudah sangat-sangat bersih perihal
ketidakmungkinan adanya kebocoran ujian nasional. Mulai dari segi
percetakan yang sangat aman karena petugasnya diberedeli dulu handphone,
pakaian, saku, kamera, dan alat komunikasi lainnya sehingga soal ujian
nasional aman terkendali. Ditambah beliau sendiri yang menyaksikan itu
semua.
Tolong jangan jadikan ujian nasional sebagai
penentu kelulusan, tapi hanya dijadikan tolak ukur keberhasilan
pendidikan yang diselenggarakan pemerintah. Karena jika ujian nasional
terus dijadikan penentu kelulusan dikhawatirkan sekolah bukannya
mendidik siswa untuk siap menghadapi tantangan hidup masa depan akan
tetapi siswa dipersiapkan hanya untuk menjawab soal-soal ujian nasional
yang tidak akan dihadapi dikehidupan nyata. Soal-soal ujian nasional itu
bahkan mematikan kreatifitas siswa dengan diberikannya pilihan berganda
dalam prosedur menjawabnya.
Dalam acara yang tayang di
metro tv pada pukul 23.05-23.30 tersebut, menteri pendidikan memaparkan
tujuan-tujuan ujian nasional yaitu untuk mengukur kemampuan siswa dañ
sekolah. Jika ujian nasional dilaksanakan ideal bisa tujuannyapun bisa
tercapai karena sesungguhnya tujuannya itu sendiri adalah sangat mulia.
Kompetensi pada suatu mata pelajaran misalnya jika seorang anak tersebut
diujikan kemudian mendapat nilai jelek akan bisa terdeteksi di mana
kekurangan sekolah tersebut. Bisa jadi gurunya yg mengajar bukan sesuai
mata pelajarannya, atau fasilitasnya kurang memadai, atau buku sumber
tidak ada, maka dari kementerian pendidikan bisa segera mengirimkan
bantuan. Pertanyaannya apakah yang seperti itu sudah benar-benar
dilaksanakan mengingat ketidakjujuran dari semua komponen masih sangat
sulit dimusnahkan?
Masih ada orang jujur itu jelas ADA. Tapi sedikit. Hal ini persis seperti yang tersurat dalam Al Quran "...
namun sedikit sekali dari kamu yang bersyukur"Semoga Saya termasuk bagian yang sedikit itu. Dan Anda juga tentunya. Amin.
Salam hangat.
Maryam Fathimiy