Rabu, 24 September 2014

Strategi Dakwah Dalam Menghadapi Problematika Dakwah Di Era Modern


            Dakwah. Apa yang terlintas di pikiran ketika mendengar kata ini? Mungkin suatu kegiatan berkoar-koar di hadapan masyarakat mengorasikan wahyu Tuhan. Atau kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mau sepaham dalam urusan agama. Semuanya benar. Dakwah adalah tugas. Kata kerja yang berarti penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat. Itu menurut kamus besar bahasa Indonesia. Sesungguhnya siapa yang terkena perintah melaksanakan dakwah ini?
            Umat muslim. Ya, benar : umat muslim, yang kepadanya tak peduli di belantara manapun ia tinggal terciprat kewajiban menyiarkan ajaran islam ke seluruh penjuru dunia. Pada hakikatnya, tugas nabi dan rosul setelah diberikan wahyu oleh Allah adalah mendakwahkannya ke semua umat manusia agar manusia mengikuti maunya Allah. Manusia itu hanya budak, abdi Allah, begitu yang diajarkan nabi dan kita harus menurutinya.
Mari kita melempar kembali ingatan ke zaman dakwah Nabi Muhammad saw dulu yang penuh dengan batu tajam perlawanan, zaman sekarang yang sudah masuk abad 21 tidak lagi begitu. Tidak ada yang namanya pedang bermata dua secara denotasi dalam gerak dakwah. Sekarang ini adalah pedang dan kuda perang pemikiran yang sedang digencar-gencarkan oleh para musuh islam. Selamanya islam akan memiliki musuh meskipun mudah saja Allah menjadikan kita satu rumpun. Tetapi Allah hanya menyeleksi siapa-siapa yang pantas masuk ke dalam firdaus-Nya kelak. Namun, perlu disadari bahwa yang namanya perjuangan menggapai surga Allah tidaklah semulus jalan tol.
            Secara teknis taktis, dakwah sekarang harus mengikuti bahasa kaumnya, tidak menggurui dan harus bisa seolah menjadi teman sebaya. Dengan membuat intitusi atau organisasi juga bisa menjadi strategi dakwah yang pintar. Kemudian organisasi itu akan masuk dan menggandeng berbagai institusi yang sudah ada dengan membangun relasi yang kuat. Seperti misalnya masuk ke dalam lingkungan Unit Kegiatan Mahasiswa, atau di lingkungan tempat tinggal jika melihat masjid, di situ ada kesempatan ladang amal dan pahala yang bisa dieksploitasi kekayaannya, sambil menyaring mana orang-orang yang dirasa kompeten dalam melanjutkan estafeta perjuangan rosulullah dalam hal berdakwah ini. 
            Lingkungan yang dekat dan strategis membuat para pegiat dakwah mudah untuk mecari lahan dakwahnya dan bisa memasukkan nilai-nilai kebenaran yang sudah diketahuinya. Dakwah hakikatnya adalah menyebarkan, sharing, memberitahu. Sekarang ini telah banyak media sosial yang memiliki prinsip berbagi dan atau menginformasikan hal yang sedang berhubungan dengan si pengguna akun misalnya Path. Pengguna Path dapat dengan mudah mensharingkan apa yang sedang dibacanya kepada para follower-followernya. Kita bisa manfaatkan dengan mensharing buku apa yang sedang kita baca, sedang mengikuti masjilis ta’lim di masjid mana kita, atau sedang mendengarkan musik islami apa kita. Dengan begitu, dakwahpun bisa berjalan menggunakan media sosial tersebut. Selain path, kita juga bisa menggunakan jejaring sosial facebook, twitter, line, blackberry messenger, blog, tumblr, atau yang lainnya. Prinsipnya sama: berbagi. Dengan niat yang luhur yakni ridho ilahi. Jika demikian, insya allah kegiatan bermedia sosial seorang muslim tiada kan sia-sia.
            Para “penyeru” ajaran wahyu ini biasa disebut da’i dan orang yang didakwahkan disebut mad’u. Para da’i menyeru kepada agama Allah dan kepada tegaknya sistem kehidupan di mana ajaran agama terealisasikan secara total. Dalam dakwah, yang kadang luput dari perhatian da’i adalah terlalu fokus kepada mad’u, bagaimana supaya mad’u tergerak hatinya dan mendapatkan hidayah. Padahal Allah-lah Sang Pembolak-balik Hati. Hidayah itu milik Allah Ta’ala saja. Kita sebagai da’i seharusnya melihat ke dalam diri, berkaca mematut hati sudah pantaskah kita berada dalam jalan dakwah. Jadi, yang pertama harus diubah adalah diri kita sendiri dulu baru kemudian mengubah masyarakat. Kita sebagai bagian dari masyarakat memiliki andil besar atas pandangan baik-buruknya kita khususnya sebagai muslim di mata dunia. Kegiatan berdakwah akan otomatis menjadi alarm diri ketika akan terjerumus ke dalam keburukan. Pelaku akan ingat tugasnya sebagai da’i apakah patut berbuat hal buruk demikian, misalnya.
            Tujuan berdakwah sendiri adalah tegaknya islam. Islam akan mampu menjalankan perannya ketika sudah tertata dalam masyarakat atau umat. Jalan satu-satunya untuk mewujudkan itu adalah dengan berdakwah. Menyebarkan seluas-luasnya nilai-nilai islam kepada masyarakat adalah hakikat dari dakwah. Dan semua yang telah atau pernah bersentuhan langsung dengan islam terkena kewajiban berdakwah.

            Hai teman, kenapa itu semua kedengarannya hanya seperti tips tips cantik saja yang lahir dari pemikian manusia? Isi kepala manusia itu terbatas bukan? Jika kita berpijak padanya terus akan tersesatlah kita, tidak tahu nilai-nilai hakiki dari apa sesungguhnya Dinul Islam itu. Maka dari itu, yang harusnya dijadikan landasan iman dan islam kita adalah sesuatu yang universal. Sepanjang masa tidak pernah berubah. Ialah Al-Quran dan Assunnah, yang telah melahirkan para generasi sahabat yang telah sulit ditemukan di zaman modern ini. Kembalilah kepada dua jalan ini (Al-Quran dan Assunnah) yang seyogyanya merupakan solusi dakwah terbaik di zaman ini.