Minggu, 05 Oktober 2014

KARAVAN PENGANGKUT ILMU untukmu SMAN 25 Bandung

Kusongsong pagi dengan bermandikan sinar lembut mentari
Mengantarkanku ke gerbang peraduan ilmu
Lelaki paruh baya siaga menyapa
Tiada kan kami lupa jasanya

Jalan lurus yang kami lalui
Menjanjikan satu masa depan cerah
Para pahlawan tanpa tanda jasa itu
Menyambut kami penuh kehangatan
Menularkan semangatnya melalui genggaman tangan
Dengan tulus beriring doa
Bagai menyambut pejuang perang yang kan berlaga

Dari gerbang itulah semuanya dimulai
Perjumpaan yang mekar menjadi pertemanan
kebersamaan yang tumbuh ranum memanenkan persahabatan
Kesantunan yang menjelma menjadi kobaran semangat berkarya
Suka duka tiada dirasa
Segala peluh yang menetes tiada kan sia-sia

Langkah ini,
menderapkan langkah penggapai mimpi
Deru napas ini,
Menghembuskan semangat pejuang cita
Degup jantung ini,
mendetakkan asa yang tak pernah mati
Desir darah ini,
mengalirkan motivasi di kala sepi
Selalu haus akan ilmu-Mu

Kuterus melaju hingga kusadari memang tak ada yang abadi
Kini ku menepi dari sekian bebatuan hidup yang terus merecoki
Tapi semua terkenang kembali
Semua berputar kembali dalam memori
Tiga tahun masa di sini
Cerita-cerita indah telah banyak terpatri

Bersama karavan ini
Kami melaju menuju oasis kesuksesan
Dipandu guide handal bernama guru
Yang bukan cuma menunjukkan tetapi juga memberi jalan

Satu hal yang membuatku dapat terus bertahan di karavan ini :
Yakin biarpun yang dilalui terasa begitu pahit...
Tapi sungguh manis setelah dikenang

Terimakasih sekolahku, SMAN 25 Bandung

-dibuat pada malam lebaran, 2014-


Kamis, 02 Oktober 2014

Sari Pati Manis Buah Cerpen Gerhana karya Muhammad Ali


Cerpen ini dimulai dengan satu paragraf singkat yang menggambarkan sisi-sisi positif  buah pepaya. Dijelaskannya ranum, manis, segar, dan lezat buah papaya itu membikin heran bagi siapapun jika sampai memusuhinya. Paragraf pertama tersebut adalah tahapan awal pembaca yang sebetulnya mau ditunjukan hal lain: konflik cerita, yang ini ada di paragraf kedua. Di paragraph kedua, pandangan positif tentang buah papaya langsung dibanting penulis ketika mendeskripsikan dengan gamblang keadaan buah pepaya si tokoh utama yang sangat mengenaskan, melintang kaku di tanah, getahnya mengalir bagai darah segar, lukanya menganga bekas bacokan. Melalui paragraf kedua ini, pembaca akan meringis meresapi perasaan Sali, pemilik pohon pepaya, seorang lelaki yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini.
Muhammad Ali ingin mengutak-atik logika pembaca, memutarbalikkan pandangan menjadi tak biasa. Pembaca dipertahankan keberpihakannya pada si tokoh utama tetapi sembari menggambarkan betapa konyol yang  dilakukannya. Masalah buah pepaya yang ditebang dan dihancurkan oleh orang tak dikenal memang terlihat konyol dan seolah membesarkan masalah kecil. Tetapi ini adalah simbol yang menggambarkan betapa lazimnya kita menyepelekan masalah kecil yang sebetulnya bisa pula mengakibatkan hal-hal fatal yang tidak diinginkan seperti misalnya kematian. Hal kecil yang menjadi masalah juga bisa menimbulkan penyesalan. Digambarkan dengan lenguh jeritan istri Sali yang sedih melihat kondisi suaminya yang pingsan dan mungkin meninggal. Amanat yang ingin disampaikan pengarang dalam cerita ini, agar jangan menganggap remeh setiap masalah kecil serta jangan menyepelekan hal-hal kecil.  Karena bisa jadi dari masalah kecil itu nantinya akan berubah menjadi masalah besar yang sulit untuk diatasi dan hanya akan menimbulkan penyesalan.
Sali digambarkan sebagai seorang lelaki polos rakyat jelata biasa yang sebangun dari tidurnya ia melihat buah pepaya kesayangannya telah dirobohkan oleh seseorang yang tak dikenal. Sali hanya memikirkan buah pepaya saja dalam hidupnya. Pohon pepaya itu bak anak kandungnya sendiri yang ia sudah tanam dan besarkan sejak kecil. Ia merasa menjadi ayah yang kehilangan anak kandungnya. Sali pun pergi ke pak lurah untuk meminta keadilan. Di kantor pak lurah, tempat yang ia kira akan memberikan pelayanan dan keadilan untuk dirinya dan kematian “anak kandungnya” itu, malah memberi cibiran dan cemoohan. Pak lurah malah menasehatkan Sali untuk tidak membesar-besarkan masalah kecil serta mengingatkan bahwa yang menjadi penting adalah persoalan kerukunan warga dan bukan buah pepaya.
“Uh, sebatang pohon pepaya tak lebih berharga dari sepincuk nasi rames dan kau mau berlagak seolah-olah kehilangan anak kandung kesayanganmu?”
Dari penggalan percakapan itu pembaca pada awalnya dibuat setuju dengan pendapat pak lurah, tetapi pengarang terus mempertahankan pandangan Sali yang menganggap ini masalah besar dan perlu diselesaikan oleh pihak berwenang. Ia terus menganggap ini sebuah ketidakadilan. Pandangan Sali inilah yang menjadi inti konflik cerpen ini. Yang mau pengarang sampaikan adalah berupa gambaran masyarakat zaman sekarang yang cenderung tidak memberi perhatian lebih pada rakyat kecil. Masalah pencurian apabila dilakukan oleh rakyat kecil maka hukumannya bisa bertahun-tahun penjara tapi kalau koruptor besar, hukumannya hanya satu-dua tahun saja.
“Pembesar kukira tak sudi mengurusi soal-soal sepele seperti ini....” sela tetangga.
“Mereka Cuma mengurusi perkara-perkara besar saja. Urusan seperti ini tentulah tidak menarik minat mereka.”
Ada lagi saripati manis yang bisa diperas dari makna cepen gerhana ini yakni mengenai kasih sayang orang tua. Tidak ada sesuatu pun yang lahir tanpa orang tua. Apapun itu, baik benda mati ataupun hidup pasti ada yang menciptakan dan pasti ada yang menyayangi. Seperti tuhan yang menciptakan kita, Ia berikan seluruh kasih sayangnya dengan memelihara kita. Kasih sayang ibu dan kasih sayang ayah juga tiada putusnya. Sali mencintai buah pepayanya dan Sali mencintai buah cintanya, anak-anaknya, darah dagingnya, melebihi apapun yang ada di dunia. Bahkan kalau perlu pengorbanan darah sebesar lautanpun akan dilakukan ibu demi anak-anaknya.
Cerpen Gerhana karya Muhammad Ali ini kiranya juga memiliki tema politik, yakni berupa sindiran bahwa pada zaman sekarang ini banyak lembaga-lembaga milik pemerintah yang seharusnya memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan, baik itu kasus kecil ataupun kasus besar, mulai mengabaikan tugas utama mereka. Lembaga-lembaga milik pemerintah itu hanya melayani kasus besar saja, juga kasus yang datangnya dari warga yang dianggap memiliki status sosial tinggi. Sedangkan kasus kecil diabaikan, dianggap sepele, terlebih yang meminta bantuan itu hanya warga biasa atau dalam kata lain disebut rakyat jelata.
Dalam cerpen ini juga diceritakan kegelapan bagi Sali dan istrinya. Mereka ada kekosongan komunikasi antar keduanya sehingga bisa terjadi hal buruk seperti itu. Hendaknya suami istri saling mengomunikasikan persoalan apapun yang terjadi di rumah. Jangan sampai seperti Sali dan keluarga Sali. Hanya karena sebuah masalah sepele yang tidak dikomunikasikan dengan baik, bisa berakibat fatal. Keduanya sama-sama gelap mata dalam mempertahankan apa yang dianggapnya penting. Aoa yang disayangi dan dicintainya menjadi nomer satu sehingga melupakan kewajiban menjadi seorang orang tua yang seharusnya menjaga anak, memberi contoh yang baik pada anak, tetapi malah berbuat hal konyol. Terlebih keputusan melakukan hal seperti itu tanpa ada pertimbangan antara satu dengan yang lainnya. Akibatnya keduanya menjadi lepas diri dan hilang akal hingga sampai pada satu titik puncak, menyerah, menyesal, dan mati.
Dari segi pendidikan ada juga yang bisa diambil dari cerpen ini. Kita melihat latar tempat cerita ini adalah di desa terpencil. Digambarkan dengan kerumunan tetangga, rumah pak lurah yang tidak jauh dari tempat, perhatian para tetangga yang biasanya ditunjukan oleh masyarakat desa, dan dipan rumah. Itu semua menggambarkan suasana desa yang notabene di desa itu pendidikannya kurang. Kalau Sali dan keluarganya mengenyam pendidikan sampai tinggi, mungkin tidak akan Sali memikirkan buah pepaya saja dalam hidupnya. Ia mungkin akan mempelajari buah pepaya secara ilmu gizi ataupun morfologi dan biologinya. Bukan hanya sebartas merawat dan menjaga tanaman itu sampai berbuah ranum. Sikap Sali yang seperti itu menggambarkan potret orang-orang desa zaman sekarang yang sedikit sekali mengenyam pendidikan. Ini seharusnya menjadi perhatian lebih pemerintah dalam hal pemerataan pendidikan di Indonesia. Bukan hanya pemerintah saja tapi segenap masyarakat Indonesia. Kita belajar di universitas bukan untuk mencari IPK semata tetapi juga untuk mengabdi kepada masyarakat. Maka ayomilah masyarakat dengan apa yang kita bisa misalnya ilmu. Tak perlu muluk-muluk harta, di desa, masyarakat mendapat pendidikan gratis pun mereka sudah senang.

Dikritisi dari segi judulnya kenapa Muhammad Ali memakai judul Gerhana dalam cerpen ini kiranya mengacu pada hubungan antara Sali dan istrinya yang saling gelap mata menjaga apa yang dicintainya. Sali sangat mencintai pohon pepayanya dan istrinya sangat mencintai anak-anaknya. Ini dituliskan dalam paragraph terakhir : Pohon celaka itulah gara-gara semua ini. Beginilah jadinya. Akulah yang menebangnya semalam, karena anak-anak seringmemanjatnya....” Jelas sekali bukan bahwa hubungan antara Sali dan istrinya adalah bagai gerhana yang saling menutupi. Mereka selalu berlawanan pendapat seperti layaknya gerhana yang selalu saling menutup dan tertutupi oleh satu dan yang lainnya. Mereka tidak mau bertemu dan akhirnya mengakibatkan kegelapan pada bumi. Gerhana matahari membuat siang seperti malam gelap. Gerhana bulan membuat malam tak cerah dan duniapun sempurna gelap. Itu yang mau digambarkan penulis pada pembaca bahwa gerhana itu bisa danalogikan untuk sebuah masalah rumah tangga seperti kisah si Sali ini. Analogi yang bagus. Semua manusia pasti pernah berbeda pendapat satu sama lainnya. Tetapi kita coba cerahkan semuanya. Obrolkan baik-baik bersama orang yang bersangkutan itu agar tidak terjadi gerhana kehidupan yang tidak diinginkan di kemudian hari.